Bapakku... I love You

 

            Bapakku... I love You

Jum’at, 8 Maret 2013. Ya, saat itu kami bak anak ayam kehilangan induknya. Kami kehilangan sosok seorang ayah. Pribadi yang cukup kaku namun disiplin, penyayang dan taat agama. Kami menyebut beliau dengan sebutan bapak. Awalnya, kami memanggil ayah, tetapi mbah (kakek) melarangnya. “Wong ndeso ae kok nyeluk ayah” artinya orang desa saja kok memanggil ayah. Bagi kami, bapak bukan hanya seorang ayah, namun juga sebagai guru bagi saya dan adik di rumah.

Aktivitasnya sebagai seorang guru PNS di era 90’an tidak menyurutkan asa beliau untuk mengantarkanku menuntut ilmu di kota. Sekitar 40 km untuk mencapai sekolah favorit pilihannya. Butuh nyali yang besar untuk berani menginjakkan kaki di sekolah favorit tersebut, SMPN 1 Gresik tahun 1996. Ciut nyaliku saat membersamai teman-teman di sekolah yang mayoritas dari keluarga menengah ke atas itu dipangkas habis dengan motivasi dan semangat membara yang bapak berikan. Perasaan tidak nyaman jauh dari rumah juga membuat enggan kembali ke rumah kost. Disinilah karakter disiplin bapak muncul. Celana dengan sabuk yang masih melingkar, terbang ke badanku pagi itu. Yeah... ini pelajaran bagiku. Aku tidak boleh mengecewakan bapak yang sudah berupaya keras demi aku.

Karakter disiplin selalu terngiang dalam ingatan. Aktifitas rutin dini hari mendekatkan diri pada Allah SWT selalu beliau lakukan. Tak lupa lantunan ayat-ayat suci Al qur’an yang sengaja diperkeras agar para putrinya bising dan segera mengikuti jejaknya. Namun, tak jarang kami pura-pura tidur dan kembali menarik selimut. Ya, begitulah anak-anak. Kala itu, kami masih duduk di bangku SD. Suara gebrakan dinding yang terbuat dari tiplek ( papan kayu tipis) juga sering kami nikmati kala beliau sepulang berjama’ah subuh dari masjid, sementara kami masih berada di balik selimut yang begitu nyaman karena dinginnya pagi yang merasuk sampai ke tulang. Pokoknya bapak super disiplin. Saat adzan tiba, beliau bak komandan batalyon yang memberikan aba-aba pada anggotanya. Sholat berjama’ah adalah nomer wahid (satu) baginya.

Sikap profesional selalu beliau tanamkan. Meski di usia yang tak lagi muda, bermodalkan kaca mata dan komputer, beliau dengan rajin menyelesaikan perangkat pembelajaran di hadapan komputer hingga larut malam. Baginya, amanah yang beliau emban tidak boleh disia-siakan. Apalagi saat aku duduk di kelas V SD. Beliau sebagai wali kelas dan aku muridnya. Sikap adil dan bijaksana selalu diterapkan. Tidak ada istilah pilih kasih ataupun memberikan sesuatu yang lebih dibanding teman-teman sekelas. Apalagi bocoran soal ulangan. Itu adalah hal mustahil.

Namun, semua tinggal kenangan yang tentunya kami jadikan pelajaran. Beliau harus menghadap Allah SWT di usia 60 tahun karena kanker usus yang dideritanya. Operasi yang dilakukan tim medis mengalami kegagalan karena sudah memasuki stadium IV. Walau kondisinya yang sudah sangat lemah dan tidak berdaya, beliau selalu menyebut asma Allah dan melaksanakan kewajiban pada Allah SWT. Satu hal yang tetap terngiang pasca operasi. Dengan kondisi yang belum sadar sepenuhnya akibat obat bius, beliau tetap ingin sholat sambil berbaring. Namun, setelah takbir kembali tidak sadar akibat obat bius tersebut. Semoga Allah memberikan tempat terindah untuk bapak. Kami sayang bapak. Bapakku, guruku, inspirasi hidupku. Salam hangat dari putrimu. Semoga bisa mengikuti jejakmu.


 
 Profil Penulis

Imro’atun Mufidah, S.Pd, Guru di UPT SD Negeri 275 Gresik. Adalah ibu dari 2 putri bernama Ayla dan Alisa. Tulisan ini didedikasikan untuk alm. Bapak Suprapto, seorang ayah sekaligus guru yang memiliki karakter kuat. Beliau inspirator hidup saya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan materi lomba writing dalam rangka HUT AISEI ke -2 dengan tema Pendidik Yang Menginspirasi. Semoga tulisan ini juga dapat menginspirasi para pembaca yang budiman.

Komentar

  1. MasyaAllah... But your story is really inspiring...
    As youth and as a child we must do our best...
    not just for ourself.... But For our parents and tobe good example for out children in the future...
    Hope you can improve your blog with your others inspiring story💕💕🥰🥰

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaallah sist, I just try to learn and learn what can I do. But, we must realize that nobody perfect. Suggestions and critics always opened😘

      Hapus
  2. Semangat Bu.... Jerih payah orang tua memang luar biasa. Zaman dulu, hidup sebagai anak PNS memang harus tangguh wkwkwkkkk... Sy jg merasakannya, ayah sbg tulang punggung utama & satu2nya. Berat, tp insyaallah berbuah manis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bu, ingat upaya bapak dan ibu kala kecil mbrebes mili, mereka all out pokoknya kalau untuk anak, rasanya g sanggup membayar dengan uang, hanya untaian doa terlebih yang sudah mendahului kita

      Hapus
  3. Amin yarobbal alamin, semoga kita semua bisa meneladani hal-hal baik orang tua dan orang2 disekitar kita

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpiku...